Cari Blog Ini

Kamis, 18 Maret 2021

BANDESA DESA ADAT BUKIT GALAH UCAPKAN TERIMA KASIH KEPADA PUSAT DISTRIBUSI BALI

: Buah Alpukat Mentega yang sebelumnya dijual Rp. 3000,- per-kg, dibeli Rp. 10.000,- per-kg oleh Pusat Distribusi Bali 

Penyerahan Simbolis
Pengiriman Buah Alpukat Kerjasama Warda Desa Adat Bukit Galah dengan
Pusat Distribusi Bali 

Keberadaan Pusat Distribusi Bali, semakin dirasakan oleh krama Bali dan Desa Adat, terbaru Desa Adat Bukit Galah yang terletak di lereng Gunung Agung, melalui Bandesa Adatnya langsung memberikan apresiasi. 

Pasalnya, Pusat Distribusi Bali telah membantu menyalurkan alpukat yang merupakan hasil produksi pertanian dari Desa Adat Bukit Galah yang terdiri dari 32 KK Krama Adat tersebut. 

Bandesa Adat Bukit Galah, I Putu Suyasa yang merupakan Bandesa Adat tergolong masih muda dan lulusan STIKOM Bali tersebut menuturkan, sebelumnya dengan Krama Adat yang terbatas dan ada 4 Pura yang harus di sungsung, bagi Desa Adat cukup berat. 

Kehadiran Pusat Distribusi Bali sekitar akhir tahun 2020, memberikan banyak ide untuk mengembangkan potensi yang ada di Desa Adat Bukit Galah. Salah satunya adalah potensi buah alpukat mentega segar. 

Desa Adat kala itu didorong untuk membentuk Warung Desa Adat (WARDA) yang salah satu fungsinya sebagai unit logistik yang mengumpulkan hasil produksi krama adat Bukit Galah dan selanjutnya menyalurkan melalui Pusat Distribusi Bali. 

Skema ini dapat meningkatkan harga yang sebelumnya paling mahal Rp. 3000 - Rp. 5000 per-kg menjadi Rp. 10.000 - 12.500 per-kg. 

Pusat Distribusi Bali sendiri menyalurkan melalui toko toko ritel milik krama adat maupun desa adat dengan brand Tenten Mart dan Penggak Mart yang ada di seluruh Bali dan sebagian lagi disalurkan ke supermaket yang menjual kebutuhan fresh di Bali. 

Menurut I Gede Agus Arianta, Manager Operasional Pusat Distribusi Bali, sinergi antara Desa Adat dengan Pusat Distribusi Bali bisa terdiri atas 2 bentuk sinergi. Pertama Desa Adat membangun toko toko ritel baik milik Desa Adat sendiri maupun milik Krama Adat. Kedua, Desa Adat dapat mendorong krama adatnya untuk membangun toko ritel dengan brand Penggak Mart yang juga bisa di sinergikan dengan sistem jaringan dengan Desa Adat dan Pusat Distribusi Bali. 

Kunjungan Pusat Distribusi Bali ke Warda Desa Adat Bukit Galah 

Ketersediaan Toko Toko ini akan membuat market menjadi lebih besar dan skema selanjutnya adalah mendorong produk produk desa adat baik yang segar, setengah jadi, maupun produksi barang ready to eat atau ready to use untuk memanfaatkan toko toko ini untuk memperluas pasar. 

Keuntungan pertama adalah hasil dari toko ritel akan bisa dinikmati kembali sebagai keuntungan bagi Desa Adat, kedua Desa Adat yang memiliki produk juga bisa menjual di toko toko ritel yang ada diseluruh Desa Adat di Bali. 

Informasi lebih lanjut silahkan mendapatkan informasi awal tentang Pusat Distribusi Bali di nomor whatsapp 08113861484 atau klik tautan map PT. BALI SARI LINUWIH

0856-3757-178

https://maps.app.goo.gl/4i3TwzMxu3pakRpC7

Rabu, 17 Maret 2021

PEMILIK USAHA DI MASA PANDEMI “DIPAKSA” MENERAPKAN STRATEGI EFEKTIF & EFISIEN

“BBN : Banyak Pemilik Usaha Malah Menemukan Ide – Ide Baru atau Bahkan Dugaan Fraud Dalam Bisnisnya Sendiri”

Pandemi COVID – 19 ternyata mengajarkan banyak hal dan mengubah berbagai hal yang berhubungan dengan aktivitas dan rutinitas usaha. 

Salah satu yang diamati oleh Direktur Bali Business Network (BBN), I Made Abdi Negara adalah penjualan yang anjlok namun kondisi yang tetap harus mengoperasikan usaha terutama untuk level skala kecil dan menengah memaksa para pemilik usaha harus turun tangan sendiri. 

I Made Abdi Negara, Direktur Bali Business Network


“Hal ini banyak kami amati terjadi di kawasan Kintamani, dimana pemilik usaha resto, café dan coffee shop banyak yang terpaksa harus turun tangan untuk membeli bahan baku produksi usahanya dengan berbagai alasan “ujarnya ditemui dalam persiapan Program Pelatihan Baking Demo yang diadakan oleh Toko Bahan Kue Aromaku pada Selasa (9/3). 

Turun tangannya pemilik usaha ini dilakukan karena beberapa alasan, pertama; kunjungan pelanggan yang menurun berpengaruh langsung pada pendapatan usaha sehingga pemilik usaha harus mengurangi biaya-biaya dan salah satunya adalah pengurangan jam kerja atau bahkan pemberhentian sementara pekerja yang bertugas di divisi supporting. “Salah satu kandidat biasanya adalah SDM di divisi pendukung seperti buyer atau bagian pembelian”jelasnya. 

Alasan kedua adalah aktivitas pemilik usaha yang terbatas, menyebabkan mereka memiliki waktu yang cukup banyak untuk belanja sendiri secara langsung kebutuhan bahan baku untuk usahanya. “di cluster ini, pemilik usaha cenderung ingin merasakan langsung proses pembelian dan pencarian bahan baku untuk usahanya, ini menjadi semacam pengalaman berulang atau bahkan pengalaman baru sama sekali bagi pemilik usaha”imbuhnya. 

Kedua alasan yang dominan ini, selain alasan alasan lain yang diperoleh dari pengamatan maupun hasil wawancara terbatas dengan pelaku usaha ternyata menimbulkan banyak efek positif. 

Abdi, yang juga merupakan pengusaha muda asal Kabupaten Jembrana ini menuturkan, banyak pemilik usaha yang memanfaatkan momen “keterpaksaan” ini untuk mereview lagi sistem di usaha yang sebelumnya tidak terlalu diperhatikan hingga ke hal yang teknis karena sudah diserahkan kepada manajemen. Di beberapa kondisi, bahkan pemilik usaha memanfaatkan hal ini untuk mengajak calon penerus usahanya yang sebelumnya masih sekolah atau kuliah untuk ikut serta mengurus dan merasakan bagaimana praktek pengelolaan usaha secara langsung. 

“Ini kemudian menjadi pengalaman positif, pelaku usaha bisa lebih menghemat pendapatan yang sangat terbatas dan keterlibatan keluarga dapat menimbulkan adanya ide ide baru yang segar dan berguna bagi usaha yang dikelola”imbuhnya. 

Pemilik Usaha juga menyatakan banyak menemukan cara untuk menghemat biaya produksi dibandingkan dengan kondisi saat normal. Contohnya dituturkan Abdi, adalah pembelian bahan baku yang dilakukan secara langsung di pasar atau toko penyedia bahan baku yang ternyata bisa lebih murah harganya dan tidak harus membeli dalam jumlah besar seperti saat bekerjasama dengan suplier, sehingga bisa mengendalikan potensi bahan baku rusak dan pengeluaran awal yang terlalu besar. 

“Banyak pemilik usaha resto dan café serta coffee shop bercerita, setelah melakoni sendiri mencari dan membeli bahan baku tanpa harus hanya menunggu suplier datang membawakan, akhirnya pelaku usaha banyak mendapatkan ide baru, serta menyadari bahwa sebelumnya strategi manajemen yang dilakukan kurang tepat”jelasnya. 

Pembelian secara langsung yang dilakukan di Toko Bahan Baku yang tepat ternyata malah bisa mengurangi biaya produksi, mengatur lebih baik biaya awal produksi karena tidak harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli bahan pokok, dan sekaligus mengurangi resiko fraud oleh oknum internal maupun oknum suplier yang sering terjadi dan sebelumnya luput   dari pengamatan pelaku usaha. 

“Pandemi COVID 19, selain dampak negative terhadap ekonomi yang sangat dirasakan, ternyata juga mampu membawa pelaku usaha pada temuan temuan strategi yang lebih efektif dan efisien dalam mengelola usahanya”tutur Abdi menutup wawancara.