Cari Blog Ini

Sabtu, 29 April 2017

Peritel Bertemu Dalam Acara Temu Peritel Bali

"Bahas strategi membangun kembali APRINDO hingga Kebijakan Pengaturan HET 3 komoditas"

Pengurus Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Propinsi Bali sukses menyelenggarakan Acara Temu Peritel Bali pada Sabtu (29/4) bertempat di Puri Pemecutan Room, Hotel Puri Ayu, Jalan Sudirman Denpasar.

Selain 37 Peritel yang hadir dari 45 Peritel yang diundang, acara ini juga dihadiri oleh Kabid Operasional Bulog Bali, I Ketut Ginada beserta jajaran.

Hadir dalam acara tersebut, peritel lokal seperti Hardys, Coco Grup, Nirmala, Super Ekonomi (SE), Ayunadi Supermarket, Anom Jaya Mart, Inti Mart, Bagus Supermarket, Bali Mart, Rama Bersaudara, Puncak Jaya, Family Mart dan lain lain, hadir juga perwakilan peritel Nasional yakni; Indomaret, Carrefour, Hypermart dan Giant.

Dalam sambutannya, Ketua APRINDO BALI, Gusti Ketut Sumardayasa menyampaikan, bergabungnya Peritel merupakan kebutuhan dan kepentingan bersama dalam menyikapi berbagai dinamika yang terjadi di dunia ritel, baik menciptakan persaingan sehat maupun implementasi kebijakan pemerintah di tataran teknis. " Kami selaku pengurus yang dipercaya, menyambut baik dan berharap APRINDO BALI bisa menjadi rumah kita bersama untuk berlindung dan membangun komunikasi" ungkapnya.

Berkenaan dengan strategi menyikapi Kebijakan Kementrian Perdagangan Prihal Harga Eceran Tertinggi (HET) 3 komoditas yakni Gula Pasir, Daging Beku dan Minyak Goreng, hampir seluruh peritel menyatakan kesulitan menerapkan di lapangan terutama Gula Pasir yang ditetapkan harus dijual Rp. 12.500/kg untuk semua merek sehingga ini berlaku juga untuk Gula Premium yang harga beli di distributor saja jauh diatas harga yang ditetapkan Kementerian. " ini tidak masuk akal, karena kami harus jual rugi" ujar beberapa peritel salam sesi diskusi.

Untuk Minyak Goreng juga terjadi kontradiksi, disatu sisi kebijakan Kementerian Perdagangan mewajibkan menjual Rp. 11.000 perliter untuk minyam dengan kemasan sederhana, namun disisi lain peritel dilarang untuk menjual minyak goreng curah. Seperti diketahui, untuk kemasan Pillow Pack saja, peritel mendapat harga di distributor jauh diatas harga yang ditetapkan Rp. 11.000 perliter.

Temu Peritel Bali kali ini menelurkan beberapa kesimpulan antara lain;
1. Peritel sepakat mendukung APRINDO BALI sebagai wadah bersama;
2. Kebijakan pengaturan HET khususnya Gula Pasir dan minyak goreng harus di kaji kembali dengan memperhatikan infrastruktur kebijakan berfungsi seperti misalnya koordinasi dengan pihak Distributor sehingga mampu memberikan harga wajar kepada peritel untuk bisa dijual kembali.
3. APRINDO akan segera berkoordinasi ke DPP, Kemendag dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mendapatkan solusi secepatnya prihal ini.
4. APRINDO BALI akan membawa hasil pertemuan dengan peritel dalam Temu Peritel Bali ke Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APRINDO yang akan diadakan pada tanggal 4-5 Mei 2017 di Jakarta.

Rabu, 26 April 2017




Salam Jaya Peritel Bali!

Kami APRINDO BALI, mengundang para PERITEL BALI untuk bertemu dan berdiskusi menyangkut berbagai kebijakan pemerintah dan mengaktifkan kembali wadah komunikasi di masa depan dalam tagline " Beda Dalam Kompetisi, Satu Dalam Misi".

Acara Temu Peritel Bali akan dilaksanakan pada Sabtu, 29 April 2017 pukul 17.00 wita bertempat di Hotel Puri Ayu Denpasar. Setiap ritel silahkan hadir maksimal 2 orang (atau dengan konfirmasi sebelumnya jika lebih)

Materi Pembahasan ;

a. Peritel Bali Menyikapi Kebijakan Mendag Pengaturan HET Gula Pasir, Daging Beku dan Minyak Goreng dg potensi Sanksi hingga denda hingga Rp. 25 M yang harus segera mendapatkan respon kita bersama;

b. Memastikan bagaimana perkembangan komunikasi Peritel melalui DPP Aprindo dg Distributor 3 komoditas diatas sehingga kita di Bali bisa mendapatkan kepastian untuk implementasi termasuk berkaitan kemungkinan Rafaksi stock on hand;

c. Pandangan Kadis Perindag Propinsi Bali atas Kebijakan Mendag tentang pengaturan HET 3 komoditas (tentatif);

d. DISKUSI dan kesepahaman menjadikan APRINDO BALI wadah bersama peritel Bali untuk saling support dalam kerangka visi dan misi yang sama.

Informasi dan komunikasi silahkan menghubungi : SMS/WA ke nomor : 081338497229 (Bapak Gusti), 082147595558 (Bapak Agung), 08563757178 (Bapak Abdi);

Mari Bergandengan Tangan & Bersatu!
Bangun Kekuatan dan Wadah Komunikasi,  Peritel Bali!

Hormat Kami,


PENGURUS DPD APRINDO BALI






Sabtu, 22 April 2017

PENGURUS APRINDO BALI BAHAS RENCANA TEMU PERITEL

Pengurus APRINDO BALI dalam sebuah aksi sosial di Tabanan pada serangkaian hari  Pahlawan 10 November 2016 lalu
Peritel Bali sepakat untuk lebih mengintensifkan komunikasi dan koordinasi melalui wadah ASOSIASI PENGUSAHA RITEL INDONESIA (APRINDO BALI). 

Hal ini mengemuka dalam pembahasan terbatas persiapan Temu Peritel Bali yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. 

Menurut Gusti Ketut Sumardayasa, Ketua APRINDO BALI, APRINDO wajib menjawab harapan peritel di Bali yang membutuhkan satu wadah komunikasi dan koordinasi untuk menyamakan visi dan misi kedepan. " Tantangan dan hambatan kedepan semakin banyak dan keras sehingga semangat Beda Dalam Kompetisi, Satu Dalam Misi harus tetap bergelora didalam jiwa seluruh peritel Bali"tukasnya. 

Peritel di Bali yang sebagian besar adalah peritel modern lokal, memang diakui selama ini minim wadah komunikasi. Pasalnya, di beberapa periode awal kepengurusan APRINDO sempat mengalami kevakuman. "kini kita harus bisa hadir kembali di tengah tengah peritel menjadi satu kesatuan dan perjuangan" jelasnya. 

Salah satu yang cukup menyita perhatian adalah kebijakan terbaru pemerintah melalui Menteri Perdagangan RI prihal pengaturan HET Gula Pasir, Minya Goreng dan Daging Beku. "ini akan menjadi salah satu fokus pembahasan terutama di tataran implementasi" pungkasnya. 

Jajaran pengurus mulai Sekretaris, Abdi Negara, Wakil Ketua ; AA Ngurah Agung Agra Putra, Ichwan Eko dan jajaran pengurus inti mengamini sekaligus siap mendukung program demi kebangkitan PERITEL BALI. "ini momen bagus untuk kita berpegangan tangan dan membangun kekuatan bersama" ujar mereka. (TIM HUMAS APRINDO BALI)

Senin, 17 April 2017

PERITEL BALI PESIMISTIS BISA BERTUMBUH DI SEMESTER I 2017



Pertumbuhan ekonomi dan situasi bisnis yang belum menunjukkan tanda tanda menuju ke arah yang lebih baik pada triwulan pertama 2017 secara umum juga disambut pesimis oleh kalangan peritel di Bali.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asoasiasi Pengusaha Ritel Indonesia (DPD APRINDO) BALI, Gusti Ketut Sumardayasa dan Sekretaris APRINDO I Made Abdi Negara melalui rilis yang dikirim pada Selasa (18/4), menyambut rilis angka pertumbuhan ekonomi di triwulan 1 2017 dan masuk ke triwulan kedua 2017 tersebut. 

Pengurus APRINDO Bali dalam sebuah kesempatan
Menurut Gusti, ada berbagai indikator yang menimbulkan  pesimistis di kalangan pengusaha antara lain adalah kondisi riil daya serap pasar, kebijakan pemerintah yang tumpang tindih  serta keberpihakan perbankan dalam mendorong pasar yang masih rendah. “Secara umum, semua pihak berhati-hati untuk mengucurkan uangnya, konsumen berhati-hati dalam berbelanja, bank berhati-hati memberikan kredit, distributor berhati-hati mensuply barang, ini malah berakibat pada kelesuan pada hampir semua sektor pendorong bisnis ritel”ungkapnya. 

Hal ini menurut Gusti, juga diperparah oleh kebijakan pemerintah yang masih tidak jelas, tumpang tindih dan cenderung tidak tersistematis dari hulu ke hilir, sehingga mengakibatkan kebingungan peritel dalam mengimplementasikan di tataran bawah yang terakhir tentu tidak maksimal dan cenderung menimbulkan frustasi pasar. “ini tentu bertolak belakang ditengah upaya semua pihak bahkan Presiden Jokowi yang sedang membangun kepercayaan internal dan eksternal berkenaan dengan iklim investasi di Indonesia secara umum”jelasnya. 

Daya serap pasar, lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi industri secara umum baik nasional maupun regional yang belum menunjukkan tanda tanda meningkat. Secara umum konsumen masih sangat berhati –hati dalam membeli kebutuhan dan mengutamakan lebih pada kebutuhan pokok.
Secara umum, Gusti berharap pengusaha ritel berhati-hati dalam mengimplementasikan strategi pengembangan usaha dan lebih fokus pada core, mengingat pada situasi seperti ini fokus untuk memberdayakan semua sources secara efektif dan efisien sangat diperlukan. “Berhati-hati bukan berarti mengerem atau menghentikan, namun lebih melihat kondisi di sekitar dan bijak dalam mengatur cash flow perusahaan “imbuhnya.

Sementara itu, Abdi menambahkan di tengah kondisi ekonomi yang masih melambat, hampir semua sektor terdampak secara luas. Ini menjadi semacam kondisi yang saling terkait satu sama lain mulai dari sektor hulu ke hilir. Dalam kondisi seperti ini, sangat penting agar Pemerintah mengambil peran lebih dengan memberikan stimulus kepada pengusaha sehingga mampu untuk bertahan. “lebih dari 300 usaha ritel di Bali, berkaitan dengan ribuan supplier dan UMKM yang mensuplai barang serta lebih dari 25 ribu tenaga kerja langsung dan puluhan ribu tenaga kerja tidak langsung yang terdampak, ini penting menjadi pertimbangan semua pihak terutama regulator untuk bersama-sama menciptakan iklim usaha yang kondusif” pungkasnya. 


Menurut Abdi, Bali cukup terselamatkan dengan kunjungan wisatawan serta rencana  penyelenggaraan event internasional seperti konferensi dan sebagainya yang artinya bisa menghidupkan sektor MICE sehingga berdampak pada pendapatan per-individu tenaga kerja di sektor tersebut. “Dengan ketergantungan hingga lebih dari 50% pada sektor industri pariwisata, tentu saja angka kunjungan wisatawan serta penyelenggaraan event – event internasional tersebut bisa sedikit menstimulasi ekonomi lokal yang berpengaruh langsung pada bergeraknya sektor-sektor riil di semua level”ujarnya (TIM HUMAS APRINDO BALI).




OPINI : RITEL KAMI BAGAI SAMPAN DI ATAS GELOMBANG


I Made Abdi Negara
Pagi ini saya cukup terkejut dengan caption berita yang mengemuka di salah satu media cetak nasional ternama; Peritel Modern diwajibkan membagi sahamnya ke UMKM dan tidak main-main yang mengeluarkan opini ini adalah seorang pejabat Deputi Kementerian Perekonomian.

Meskipun baru sebatas opini, tapi karena sudah dimuat di Harian Nasional ternama, tentu saja saya cukup lama termenung, merenungkan bagaimana sebenarnya pola pikir yang sedang dibentuk oleh pemerintah terhadap Peritel yang notabene adalah penduduknya sendiri.

Hmm..saya hanya bisa menghela nafas kembali. Sebuah "paradigma unik" harus dihadapi oleh pelaku usaha ritel di Indonesia tampaknya. Belum kering kebingungan peritel terhadap kebijakan pengaturan HET gula pasir, daging beku dan minyak goreng yang hingga detik ini belum mampu terealisasi di lapangan, dahi pengusaha ritel harus berdenyit kembali atas rencana kebijakan baru yang lebih "fantastis" dan tidak bisa masuk dalam nalar para pengusaha lokal atau pengusaha kecil warga Indonesia seperti kami.

Bagaimana tidak, dalam 2 tahun ini setidaknya ada dua kebijakan terhadap peritel yang menyita perhatian karena saking cepatnya diputuskan, memuat mimpi yang sempurna (meminjam istilah Grup Musik Peterpan) namun susah diaplikasikan. Bisa juga ditambahkan untuk kebijakan pertama berjalan  seumur jagung.

Kebijakan pertama adalah kantong plastik berbayar, bagaimana tidak setelah di bahas pada akhir Januari sampai awal Februari, pada bulan itu juga kebijakan ini harus sudah diterapkan. Berbagai analisa dari "pakar" bermunculan, mulai dari menghitung untung peritel dari hasil "jualan" plastik, penyelamatan bumi sampai bagaimana membentuk lembaga untuk menarik uang penjualan kantong plastik yang konon katanya beratus ratus milyar pertahun...ihhh jadi ngeri 😃. Akhirnya, tidak melampaui umur jagung, kebijakan ini kandas.

Salah? Mungkin tidak! hanya saja tampaknya Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum tuntas melaksanakan kajian konfrehensif dan uji sahih atas kebijakan yang dilempar begitu saja ke pengusaha (begitu kita sebut agar lebih mentereng), ketimbang memberikan ruang yang cukup untuk memastikan di lapangan tidak mengalami kendala disana sini.

Selanjutnya di awal April 2017, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan kembali mengeluarkan kebijakan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas Gula Pasir, Daging dan Minyak Goreng yang hingga detik ini masih belum sepenuhnya bisa diimplementasikan karena ada penolakan dari distributor dalam merealisasikan harga wajar agar bisa dijual kembali oleh peritel, sekaligus melakukan rafaksi atas stock yang harus disesuaikan harganya berdasarkan kebijakan baru.

Belum "kering" kebijakan ini, kembali lagi Pemerintah menebar istrument baru kepada peritel berkenaan dengan rencana pembagian saham dengan UMKM, tidak jelas apakah tujuannya agar pelaku UMKM bisa belajar menjadi peritel atau pelaku UMKM bisa duduk santai dapat deviden atau alasan lain.

Pasalnya, jika tujuannya untuk membangun sinergi, maka  UMKM sudah jauh jauh hari bersinergi dengan peritel untuk membangun satu pola kerjasama putus atau kemitraan. Atau mungkin saja pemerintah meminta semua Peritel untuk belajar listing saham di Bursa Efek, ahh so.,so..lah.

Mungkin pemerintah berniat mendorong sektor UMKM untuk bertumbuh melalui fasilitasi kerjasama dengan peritel melalui prinsip "peritel wajib terima barang-barang produk UMKM dalam kondisi apapun berhubung UMKM adalah pemegang saham.

Jika di kaji mendalam, maka mestinya peritel dibagi atas format, asal peritel itu sendiri hingga pada size businessnya. Peritel jelas bukan hanya peritel modern, pedagang kelontong, warung dst..

Atau bisa juga atas skenario ini diciptakan sebuah kondisi yang bisa mendorong daya beli masyarakat (multiflier efect)., entahlah...

Memang akhir-akhir ini, kami bagaikan sampan di tengah gelombang, terombang ambing atas ombak yang terus berdatangan. Kami hanya berharap semoga semua untuk kebaikan bersama dan sejalan dengan tujuan Bapak Presiden Jokowi menciptakan sebuah kondisi yang sehat untuk berinvestasi  Semoga!

Oleh : I Made Abdi Negara, S.Sos (pengurus DPD APRINDO BALI)


Jumat, 14 April 2017

PERITEL DIANCAM DENDA Rp. 25 MILYAR JIKA TIDAK MENJUAL GULA PASIR Rp. 12.500 DAN MINYAK GORENG Rp. 11.000

"DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Propinsi Bali, segera akan undang Peritel Bali untuk ambil sikap”

Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia untuk mengatur HET Gula Pasir, Daging Beku dan Minyak Goreng terus  menuai sorotan dari berbagai kalangan. Tidak hanya peritel modern berjaringan nasional maupun lokal, namun peritel tradisional juga mengaku cukup berat dengan kebijakan ini.

Hal ini mengemuka dalam pembahasan terbatas Pengurus DPD APRINDO BALI seusai mengikuti kegiatan monitoring internal ke 6 Supermarket lokal dan berjaringan nasional untuk mengkaji dan mendapatkan model implementasi kebijakan di lapangan pada Kamis  (13/4).

Tim Monitoring di pimpin langsung oleh Ketua APRINDO BALI, Gusti Ketut Sumardayasa bersama Wakil Ketua Bidang Perdagangan, H.Ichwan Eko; Wakil Ketua Bidang Organisasi, Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra, Sekretaris ; I Made Abdi Negara dan Bendahara; Ida Bagus Werdhi Budaya.

Dalam siaran pers seusai monitoring, Gusti Ketut Sumardayasa menyatakan bahwa hampir semua peritel di Bali belum mampu melaksanakan kebijakan ini kecuali yang memang nekat menanggung resiko kerugian. Pasalnya, sampai saat ini pihak distributor belum mau memberikan harga yang wajar. “Masalah ini harus benar-benar segera dicarikan jalan tengah, karena Peritel akan sangat berat jika harus menanggung kerugian hingga bulan September 6 bulan mendatang”ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, hampir semua Tim Monitoring berpendapat bahwa peritel di Bali khususnya saat ini bagaikan makan buah simalakama. Jika tidak diikuti maka denda hingga Rp. 25 Milyar mengancam, namun jika diikuti maka yang terjadi adalah kerugian di pihak peritel.

Berfoto seusai Monitoring Di Hardys Supermarket Panjer
Abdi  menambahkan,  bagi peritel lokal dengan buying power yang tentu saja tidak sekuat peritel dengan jaringan nasional, kondisi ini cukup berat karena rata-rata pihak distributor tidak mau menanggung biaya kerugian akibat jual rugi stock melalui mekanisme rafaksi atau mekanisme lain. “Ini sangat kontradiktif di tengah usaha kami untuk tetap bertahan dalam kondisi daya beli masyarakat rendah dan berbagai kebijakan lain seperti pajak yang pasti menambah beban kami”imbuhnya.

Langkah apa yang akan diambil oleh Asosiasi? Wakil Ketua Bidang Organisasi, yang akrab di sapa Agung Agra menyatakan selain konsolidasi internal dengan para peritel di Bali, konsolidasi dengan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) juga akan menjadi bagian penting untuk dapat mencapai solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi. “Ini adalah bagian dari masalah bersama dengan tetap berupaya mencari solusi terbaik, sehingga tidak mengabaikan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan harga terbaik”jelasnya.(TIM HUMAS DPD APRINDO BALI)


APRINDO BALI MONITORING IMPLEMENTASI PENGATURAN HARGA GULA DAN MINYAK GORENG DI 6 SUPERMARKET

Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI tentang pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditi Gula Pasir, Minyak Goreng dan Daging Beku hingga kini masih menyisakan pertanyaan di kalangan peritel di Bali. 

Hal ini disebabkan karena Peritel harus jual rugi terutama untuk jenis Gula Pasir branded yang dalam ketentuan wajib dijual dengan harga maksimum Rp. 12.500,- dan Minyak Goreng kemasan sederhana Rp. 11.000,-.

Monitoring di Hardys Supermarket Panjer Bersama CEO & COO Hardys
Menurut Ketua APRINDO BALI, pihaknya bersama pengurus lain yakni; Bapak Ichwan Eko (Wakil Ketua Bidang Perdagangan), AA Ngurah Agung Agra Putra (Wakil Ketua Bidang Organisasi), I Made Abdi Negara (Sekretaris DPD APRINDO BALI), dan IB. Werdhi Budaya (Bendahara) langsung mengadakan monitoring internal ke 6 Supermarket dan Minimarket untuk melihat secara langsung sekaligus mendapatkan masukan prihal implementasi kebijakan di lapangan pada Kamis (13/4) kemarin. "Rata-rata peritel belum mampu mengimplementasikan secara penuh kebijakan ini" ungkapnya. 

Pasalnya, Peritel di Bali masih kesulitan mendapatkan pasokan harga wajar dari Distributor sehingga untuk komoditas Gula Pasir dan Minyak Goreng, bahkan dijual rugi oleh peritel. 

Selain Gusti, Agra Putra dan Made Abdi juga mengamini hal serupa. Kondisi ini sangat berat, mengingat kebijakan yang dikhususkan untuk mengendalikan Inflasi jelang lebaran ini akan diberlakukan hingga September 2017. " Jadi artinya peritel selama masih belum menemukan distributor yang mau memberikan harga pokok yang wajar, maka akan terus menanggung kerugian" jelasnya. 

Hal ini sangat kontradiktif dengan keinginan pemerintah melalui Presiden Jokowi yang berupaya mendorong iklim investasi yang baik dan berkesinambungan. "Jangan sampai peritel akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara mengosongkan komoditas tersebut di rak, kami tidak mau anggota kami sampai melakukan hal seperti itu" ujar Agung. 

Disisi lain, Made Abdi memaparkan kondisi yang dialami peritel terutama peritel lokal dengan buying power yang tentu tidak sekuat peritel jaringan nasional saat ini seperti makan buah simalakama. "Jika diikuti maka pasti kami mengalami kerugian, sedangkan jika tidak diikuti kami diancam dengan denda hingga Rp. 25 Milyar dan tindakan tegas, padahal kebijakan ini belum mampu mempertemukan kepentingan dari hilir ke hulu terutama Distributor dengan kami peritel"paparnya. 

Monitoring di Hypermart MGB Simpang Siur
Ditegaskan Abdi, pihaknya sebenarnya menyambut baik kebijakan ini, karena sangat diperlukan oleh masyarakat namun tentu saja harus tetap memperhatikan keberlangsungan usaha. "Niat yang baik, jangan sampai menciptakan masalah baru di lapangan"cetusnya. 

Secara sederhana, berbagai kalangan mungkin menganggap masalah ini sepele dan tidak berdampak dengan omzet, namun dengan Customer Behaviour yang berkembang saat ini bisa berdampak fatal bahkan peritel yang beda sendiri tidak mampu menerapkan akan ditinggal oleh Pelanggan dengan daya tarik harga 3 komoditas ini. Ujung-ujungnya yang dirugikan tentu adalah peritel lokal dan kecil yang tidak memiliki buying power dan modal kuat. 

Dijelaskan Abdi, hasil monitoring ini akan dirangkum menjadi sebuah kesepakatan bersama dan akan segera di koordinasikan ke induk asosiasi di pusat serta Kementerian Perdagangan RI. "kami juga akan segera berkoordinasi dengan Perwakilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melindungi peritel dan konsumen berkaitan kebijakan ini"pungkasnya. 

Monitoring dilaksanakan antara lain di Hardys Supermarket Panjer, Hypermart MBG Simpang Dewa Ruci, Carrefour Sunset Road, Nirmala Supermarket, Alfamart dan Indomaret.(TIM HUMAS APRINDO BALI)

ASOSIASI PENGUSAHA RITEL BALI PERTANYAKAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGATURAN HARGA GULA & MINYAK GORENG



Kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan tentang pengaturan harga eceran tertinggi (HET)  untuk komoditi Gula, Daging Beku dan Minyak Goreng  masih meninggalkan berbagai pertanyaan di kalangan peritel yang bersentuhan langsung dengan konsumen. Pasalnya, hingga saat ini berbagai kendala masih dihadapi oleh peritel didalam mengimplementasikan kebijakan tersebut terutama di 2 (dua) komoditi utama yakni Gula dan Minyak Goreng. 

Menurut  Ketua APRINDO BALI Gusti Ketut Sumardayasa, pertanyaan yang dilontarkan anggota asosiasi yang sebagian besar adalah peritel lokal antaran lain berkaitan dengan harga beli di distributor yang masih belum bisa mengejar HET yang ditetapkan oleh berdasarkan kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan. “Salah satu contoh adalah Gula Branded yang kami sinyalir harus dijual rugi oleh para peritel, karena distributor tidak mau ikut menanggung kerugian akibat selisih harga beli peritel di distributor dengan harga jual peritel di konsumen”jelasnya. 

I Made Abdi Negara selaku sekretaris APRINDO BALI yang mendampingi juga menegaskan, APRINDO menyadari bahwa kebijakan pemerintah sudah tentu berdasarkan atas kajian yang mendalam, termasuk dalam hal bagaimana mendorong persaingan usaha yang sehat dan mencegah sistem kartel yang bisa merugikan konsumen. Namun, abdi juga menekankan pentingnya untuk mengakomodir semua pihak, termasuk memberikan ruang temu bagi stakeholder ritel yang saling berhubungan mulai produsen, distributor hingga peritel itu sendiri sehingga kebijakan bisa diimplementasikan sesuai tujuan pemerintah. “Ini yang harus dilakukan oleh Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di daerah sebagai bagian dari fungsi pemerintah sebagai mediator sekaligus regulator, jika tidak ingin aturan atau kebijakan yang diambil malah menekan proses pertumbuhan dan kemudahan berbisnis sesuai visi Bapak Presiden Joko Widodo”tegasnya. 

Wakil Ketua APRINDO BALI, Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra atau yang akrab disapa Gung Agra menjelaskan Peritel pada dasarnya siap mengikuti segala kebijakan dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, namun di tataran pelaksanaan harus jelas dan berkeadilan. “Akses dan kekuatan negosiasi peritel lokal tentu jauh berbeda dengan peritel nasional, disinilah pentingnya pemerintah memberikan ruang yang lebih kepada peritel lokal untuk dapat mengimplementasikan kebijakan yang dikeluarkan”jelasnya.  

Pengurus APRINDO BALI dalam sebuah kesempatan
Hal ini sering menjadi momok bagi peritel lokal, salah satu contoh adalah kebijakan mengenai HET Gula, harus membuat peritel seperti dirinya melakukan jual rugi untuk gula kategori branded, karena supplier cenderung tidak mau ikut menanggung kerugian atas stock gula yang ada di peritel. “Disinilah penting kebijakan yang berkeadilan, selain memang harus memiliki kepastian hukum. Kami mengusulkan, penting dikaji misalnya untuk kebijakan ini diikuti dengan kebijakan untuk memberikan peritel lokal semacam insentif atau kemudahan sehingga berimbang”ujarnya. 

Pemberian kebijakan insentif bagi peritel lokal ini menurutnya wajar, mengingat dalam kebijakan Menteri Perdagangan saja ada pengecualian misalnya untuk minyak goreng dengan kemasan premium tidak dimasukkan dalam kategori harga yang diatur.”Jadi sebenarnya kebijakan ini mengandung unsur pembedaan”ungkapnya. 

Menurut Agung, perhitungan di tataran peritel tidak bisa sederhana hanya menghitung selisih saja, karena di selisih tersebut ada biaya-biaya seperti pajak, distribusi barang, tenaga k
erja, penyusutan, biaya kehilangan dan biaya-biaya lain yang termasuk di biaya operasional. “Ini harus sangat dipertimbangkan oleh pemerintah, sehingga pengusaha tidak semakin terpuruk di tengah perlambatan ekonomi yang menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat”sambungnya.

Kebijakan pemerintah melalui Kementrian Perdagangan sendiri harus sudah diimplementasikan mulai tanggal 10 April 2017, yang meliputi Harga Eceran Tertinggi (HET) gula tertinggi untuk semua jenis gula adalah Rp. 12.500/kg.,minyak goreng kemasan sederhana Rp. 11.000/kg, dan daging beku untuk jenis tertentu Rp. 80.000/kg.  (HUMAS DPD APRINDO BALI)