Cari Blog Ini

Senin, 17 April 2017

OPINI : RITEL KAMI BAGAI SAMPAN DI ATAS GELOMBANG


I Made Abdi Negara
Pagi ini saya cukup terkejut dengan caption berita yang mengemuka di salah satu media cetak nasional ternama; Peritel Modern diwajibkan membagi sahamnya ke UMKM dan tidak main-main yang mengeluarkan opini ini adalah seorang pejabat Deputi Kementerian Perekonomian.

Meskipun baru sebatas opini, tapi karena sudah dimuat di Harian Nasional ternama, tentu saja saya cukup lama termenung, merenungkan bagaimana sebenarnya pola pikir yang sedang dibentuk oleh pemerintah terhadap Peritel yang notabene adalah penduduknya sendiri.

Hmm..saya hanya bisa menghela nafas kembali. Sebuah "paradigma unik" harus dihadapi oleh pelaku usaha ritel di Indonesia tampaknya. Belum kering kebingungan peritel terhadap kebijakan pengaturan HET gula pasir, daging beku dan minyak goreng yang hingga detik ini belum mampu terealisasi di lapangan, dahi pengusaha ritel harus berdenyit kembali atas rencana kebijakan baru yang lebih "fantastis" dan tidak bisa masuk dalam nalar para pengusaha lokal atau pengusaha kecil warga Indonesia seperti kami.

Bagaimana tidak, dalam 2 tahun ini setidaknya ada dua kebijakan terhadap peritel yang menyita perhatian karena saking cepatnya diputuskan, memuat mimpi yang sempurna (meminjam istilah Grup Musik Peterpan) namun susah diaplikasikan. Bisa juga ditambahkan untuk kebijakan pertama berjalan  seumur jagung.

Kebijakan pertama adalah kantong plastik berbayar, bagaimana tidak setelah di bahas pada akhir Januari sampai awal Februari, pada bulan itu juga kebijakan ini harus sudah diterapkan. Berbagai analisa dari "pakar" bermunculan, mulai dari menghitung untung peritel dari hasil "jualan" plastik, penyelamatan bumi sampai bagaimana membentuk lembaga untuk menarik uang penjualan kantong plastik yang konon katanya beratus ratus milyar pertahun...ihhh jadi ngeri 😃. Akhirnya, tidak melampaui umur jagung, kebijakan ini kandas.

Salah? Mungkin tidak! hanya saja tampaknya Departemen Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum tuntas melaksanakan kajian konfrehensif dan uji sahih atas kebijakan yang dilempar begitu saja ke pengusaha (begitu kita sebut agar lebih mentereng), ketimbang memberikan ruang yang cukup untuk memastikan di lapangan tidak mengalami kendala disana sini.

Selanjutnya di awal April 2017, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan kembali mengeluarkan kebijakan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas Gula Pasir, Daging dan Minyak Goreng yang hingga detik ini masih belum sepenuhnya bisa diimplementasikan karena ada penolakan dari distributor dalam merealisasikan harga wajar agar bisa dijual kembali oleh peritel, sekaligus melakukan rafaksi atas stock yang harus disesuaikan harganya berdasarkan kebijakan baru.

Belum "kering" kebijakan ini, kembali lagi Pemerintah menebar istrument baru kepada peritel berkenaan dengan rencana pembagian saham dengan UMKM, tidak jelas apakah tujuannya agar pelaku UMKM bisa belajar menjadi peritel atau pelaku UMKM bisa duduk santai dapat deviden atau alasan lain.

Pasalnya, jika tujuannya untuk membangun sinergi, maka  UMKM sudah jauh jauh hari bersinergi dengan peritel untuk membangun satu pola kerjasama putus atau kemitraan. Atau mungkin saja pemerintah meminta semua Peritel untuk belajar listing saham di Bursa Efek, ahh so.,so..lah.

Mungkin pemerintah berniat mendorong sektor UMKM untuk bertumbuh melalui fasilitasi kerjasama dengan peritel melalui prinsip "peritel wajib terima barang-barang produk UMKM dalam kondisi apapun berhubung UMKM adalah pemegang saham.

Jika di kaji mendalam, maka mestinya peritel dibagi atas format, asal peritel itu sendiri hingga pada size businessnya. Peritel jelas bukan hanya peritel modern, pedagang kelontong, warung dst..

Atau bisa juga atas skenario ini diciptakan sebuah kondisi yang bisa mendorong daya beli masyarakat (multiflier efect)., entahlah...

Memang akhir-akhir ini, kami bagaikan sampan di tengah gelombang, terombang ambing atas ombak yang terus berdatangan. Kami hanya berharap semoga semua untuk kebaikan bersama dan sejalan dengan tujuan Bapak Presiden Jokowi menciptakan sebuah kondisi yang sehat untuk berinvestasi  Semoga!

Oleh : I Made Abdi Negara, S.Sos (pengurus DPD APRINDO BALI)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar