Cari Blog Ini

Jumat, 14 April 2017

APRINDO BALI MONITORING IMPLEMENTASI PENGATURAN HARGA GULA DAN MINYAK GORENG DI 6 SUPERMARKET

Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI tentang pengaturan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditi Gula Pasir, Minyak Goreng dan Daging Beku hingga kini masih menyisakan pertanyaan di kalangan peritel di Bali. 

Hal ini disebabkan karena Peritel harus jual rugi terutama untuk jenis Gula Pasir branded yang dalam ketentuan wajib dijual dengan harga maksimum Rp. 12.500,- dan Minyak Goreng kemasan sederhana Rp. 11.000,-.

Monitoring di Hardys Supermarket Panjer Bersama CEO & COO Hardys
Menurut Ketua APRINDO BALI, pihaknya bersama pengurus lain yakni; Bapak Ichwan Eko (Wakil Ketua Bidang Perdagangan), AA Ngurah Agung Agra Putra (Wakil Ketua Bidang Organisasi), I Made Abdi Negara (Sekretaris DPD APRINDO BALI), dan IB. Werdhi Budaya (Bendahara) langsung mengadakan monitoring internal ke 6 Supermarket dan Minimarket untuk melihat secara langsung sekaligus mendapatkan masukan prihal implementasi kebijakan di lapangan pada Kamis (13/4) kemarin. "Rata-rata peritel belum mampu mengimplementasikan secara penuh kebijakan ini" ungkapnya. 

Pasalnya, Peritel di Bali masih kesulitan mendapatkan pasokan harga wajar dari Distributor sehingga untuk komoditas Gula Pasir dan Minyak Goreng, bahkan dijual rugi oleh peritel. 

Selain Gusti, Agra Putra dan Made Abdi juga mengamini hal serupa. Kondisi ini sangat berat, mengingat kebijakan yang dikhususkan untuk mengendalikan Inflasi jelang lebaran ini akan diberlakukan hingga September 2017. " Jadi artinya peritel selama masih belum menemukan distributor yang mau memberikan harga pokok yang wajar, maka akan terus menanggung kerugian" jelasnya. 

Hal ini sangat kontradiktif dengan keinginan pemerintah melalui Presiden Jokowi yang berupaya mendorong iklim investasi yang baik dan berkesinambungan. "Jangan sampai peritel akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara mengosongkan komoditas tersebut di rak, kami tidak mau anggota kami sampai melakukan hal seperti itu" ujar Agung. 

Disisi lain, Made Abdi memaparkan kondisi yang dialami peritel terutama peritel lokal dengan buying power yang tentu tidak sekuat peritel jaringan nasional saat ini seperti makan buah simalakama. "Jika diikuti maka pasti kami mengalami kerugian, sedangkan jika tidak diikuti kami diancam dengan denda hingga Rp. 25 Milyar dan tindakan tegas, padahal kebijakan ini belum mampu mempertemukan kepentingan dari hilir ke hulu terutama Distributor dengan kami peritel"paparnya. 

Monitoring di Hypermart MGB Simpang Siur
Ditegaskan Abdi, pihaknya sebenarnya menyambut baik kebijakan ini, karena sangat diperlukan oleh masyarakat namun tentu saja harus tetap memperhatikan keberlangsungan usaha. "Niat yang baik, jangan sampai menciptakan masalah baru di lapangan"cetusnya. 

Secara sederhana, berbagai kalangan mungkin menganggap masalah ini sepele dan tidak berdampak dengan omzet, namun dengan Customer Behaviour yang berkembang saat ini bisa berdampak fatal bahkan peritel yang beda sendiri tidak mampu menerapkan akan ditinggal oleh Pelanggan dengan daya tarik harga 3 komoditas ini. Ujung-ujungnya yang dirugikan tentu adalah peritel lokal dan kecil yang tidak memiliki buying power dan modal kuat. 

Dijelaskan Abdi, hasil monitoring ini akan dirangkum menjadi sebuah kesepakatan bersama dan akan segera di koordinasikan ke induk asosiasi di pusat serta Kementerian Perdagangan RI. "kami juga akan segera berkoordinasi dengan Perwakilan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk melindungi peritel dan konsumen berkaitan kebijakan ini"pungkasnya. 

Monitoring dilaksanakan antara lain di Hardys Supermarket Panjer, Hypermart MBG Simpang Dewa Ruci, Carrefour Sunset Road, Nirmala Supermarket, Alfamart dan Indomaret.(TIM HUMAS APRINDO BALI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar