Cari Blog Ini

Rabu, 24 Januari 2018

WAKIL KETUA DPD APRINDO BALI BINCANG DENGAN KANDIDAT KETUA DPC DENPASAR, BULELENG DAN GIANYAR DI SELA WORKSHOP RITEL DI HARRIS HOTEL DENPASAR


Ada pemandangan menarik dalam acara Workshop How To Make Business Plan 2018 di Harris Hotel & Convention Center Denpasar hari ini (25/1).

Agung Agra Putra, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD APRINDO BALI yang juga pemilik Ayunadi Swalayan didampingi Abdi Negara, Sekretaris APRINDO Bali yang juga founder Bhakti Assistance & Workshop langsung mengadakan lunch meeting bersama 3 kandidat terpilih Ketua DPC APRINDO yakni Komang Tangkas PN (Kandidat Ketua DPC Kota Denpasar), Made Putra Edi (Kandidat Ketua DPC Buleleng) dan Kadek Sudiarta (Kandidat Ketua DPC Gianyar) terkait dg gambaran rencana pelantikan dan kegiatan umum.

"kebetulan kami ikut acara Workshop dan bertemu disini, sehingga sekalian kami melakukan brainstorming"ungkap Agra.

Diskusi menyangkut masukan dari kandidat pengurus untuk roadmap organisasi di tataran Kabupaten/Kota.

Selasa, 16 Januari 2018

APRINDO BALI MONITORING HARGA BERAS DI SUPERMARKET

“DORONG PEMERINTAH PERBAIKI AKURASI DATA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI GABAH DI BALI”

Melambungnya harga beras diatas HET (harga eceran tertinggi) yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Perdagangan pada pertengahan September 2017 lalu, terutama untuk jenis beras medium terjadi hampir merata di Indonesia.
Ketua APRINDO BALI, Gusti Sumardayasa (kiri) didampingi Sekretaris APRINDO, I Made Abdi Negara (kanan) dalam kegiatan monitoring harga beras di beberapa Supermarket di Bali Selasa (16/1)

Menyikapi hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Propinsi Bali pada Selasa (16/1) melakukan monitoring di sejumlah Supermarket antara lain; Ayunadi Swalayan Panjer, Hypermart Simpang Dewa Ruci, Carrefour Sunset Road dan Coco Mart Batubulan.

Monitoring yang dipimpin langsung Ketua APRINDO Bali, I Gusti Ketut Sumardayasa ini diikuti oleh sejumlah pengurus seperti Wakil Ketua Bidang Organisasi, AAN Agung Agra Putra, WK Ketua Bidang Perdagangan Ichwan Eko, Sekretaris I Made Abdi Negara dan Ida Bagus Werdibudaya.

Menurut Gusti, tujuan pelaksanaan monitoring ini adalah melihat langsung kondisi di lapangan sekaligus mendapatkan masukan dari para peritel terhadap masalah kenaikan harga yang sangat drastis yang saat ini tengah menjadi sorotan secara nasional tersebut.

Menurut Gusti, salah satu kelemahan pengambil kebijakan adalah rendahnya akurasi data dari hulu ke hilir, padahal beras adalah bahan pokok utama yang mestinya mendapatkan penanganan yang jauh lebih serius. Salah satu contoh adalah, pemerintah mestinya memiliki data, berapa produksi riil gabah di Bali, terus berapa yang digiling langsung di Bali serta berapa yang dikirim ke luar pulau,  berapa penggilingan di Bali yang memiliki fasilitas mesin pengering serta seterusnya. Data-data ini jika akurat, akan bisa digunakan untuk memonitoring kondisi ketahanan pangan beras secara akurat.

Di sisi lain, Agung Agra yang juga pemilik Ayunadi Swalayan, menyampaikan bahwa peritel cenderung mengikuti trend harga yang diberikan oleh supplier. “padahal beras adalah salah satu item barang yang menyumbang margin sangat rendah, namun kembali lagi kita tidak mungkin jual rugi, harus ada margin walaupun hanya nol koma sekian, jadi kalau di supplier mahal, otomatis harga di peritel juga naik ”imbuhnya seraya menyampaikan bahwa di Ayunadi Swalayan telah berusaha memenuhi ketentuan HET untuk beras premium.

Dari hasil monitoring sendiri, rata-rata peritel hanya menjual beras jenis premium dengan harga sesuai HET bahkan ada yang dibawah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk jenis beras premium yakni Rp. 12.800 per kilogram.

Hasil monitoring ini selanjutnya akan dilaporkan ke DPP APRINDO di Jakarta sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan pemerintah, termasuk mendata supplier yang memberikan harga jual ke peritel di atas HET yang ditetapkan oleh pemerintah.

Menanggapi rencana impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah, pihaknya mengaku menyambut baik rencana tersebut, walaupun banyak hal yang bisa dilakukan pasca dan pra impor untuk menjamin ketahanan pangan yang lebih baik di masa mendatang.

Rabu, 10 Januari 2018

APRINDO BALI, HIMBAU MASALAH KETENAGAKERJAAN AGAR DITUNTASKAN

Ditutupnya Hardys, menimbulkan masalah baru yakni rumahkannya ratusan pekerja yang sebelumnya bekerja secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Ketua APRINDO Bali, Gusti Ketut Sumardyasa yang ditemui bersama Sekretaris APRINDO, I Made Abdi Negara, Tenaga kerja yang terdampak tidak hanya yang langsung bekerja, namun juga tenant, supplier bahkan usaha mikro yang menyewa space berjualan juga terkena dampak. “Ini harus disikapi secara serius, baik penanganan maupun antisipasi efek yang ditimbulkan”ungkapnya.

Permasalahan yang dihadapi Hardys saat ini tergolong pelik dan dalam skala yang besar. “Penutupan secara serentak seperti ini, sebenarnya harus dikomunikasikan dan di atur sedemikian rupa sehingga efeknya tidak serta merta”jelas Gusti.

Secara khusus Gusti meminta agar permasalahan ketenagakerjaan diselesaikan dengan baik.” Tidak hanya nilai, namun juga kepastian akan hak-hak yang harus diterima oleh tenaga kerja “jelasnya.

Melihat toko- toko yang ditutup, pihaknya mensinyalir ada ratusan tenaga kerja langsung dan 50% tenaga kerja tidak langsung yang dirumahkan.

Di sisi lain, Sekretaris APRINDO BALI menghimbau agar pemerintah tidak tutup mata dengan kejadian ini, mestinya kejadian ini disikapi dengan cepat dan tuntas karena efek yang ditimbulkan cukup besar.

Pihaknya mengaku siap untuk difasilitasi dan dilibatkan oleh pemerintah selaku regulator untuk bersinergi menyikapi ini. “Jika dirasa perlu, bisa dibuatkan semacam Focus Grup Discussion (FGD) untuk menyikapi permasalahan ini dan meredam kepanikan di kalangan peritel Bali atas kejadian ini “sambungnya.
Pengurus APRINDO BALI berkunjung ke Hardys Panjer pada bulan April 2016 silam

PRIHAL TUTUPNYA 5 OUTLET HARDYS : ASOSIASI PENGUSAHA RITEL INDONESIA (APRINDO) BALI SEBUT KARENA MASALAH INTERNAL, HIMBAU PERITEL BALI TIDAK PANIK

Penutupan 5 outlet dari 9 outlet Hardys yang diambil alih oleh PT. Arta Sedana Retailindo mengejutkan masyarakat. Berita yang hampir ada di semua media massa ini disikapi oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Bali.  Ditemui di Denpasar, Gusti Ketut Sumardayasa, Ketua APRINDO BALI didampingi oleh Sekretaris, I Made Abdi Negara menyatakan dugaan penutupan ini adalah karena masalah internal manajemen yang sangat pelik.
Gusti Sumardayasa, Ketua APRINDO BALI (kiri), Abdi Negara, Sekretaris APRINDO (Tengah) dalam pertemuan di Denpasar kemarin

Dirinya menampik anggapan bahwa penutupan ini karena pengaruh perlambatan ekonomi serta dampak dari meningkatnya belanja online. Menurut Gusti, pertumbuhan ekonomi di Bali justru berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional yakni 6,01% di triwulan ke III berbanding nasional yang hanya 5,06%. Selain itu, konsumsi masyarakat cukup baik walaupun sempat mengalami penurunan di akhir tahun akibat dari pengaruh erupsi Gunung Agung yang berpengaruh pada pendapatan masyarakat  yang dominan ditunjang dari sektor pariwisata.

Gusti menjelaskan, gejala-gejala permasalahan di internal Hardys, sebenarnya sudah mulai terlihat sejak pertengahan  tahun 2016 baik dari sisi kelengkapan barang dan permasalahan dengan pihak supplier dan perbankan. “Tampaknya permasalahan ini tidak bisa diselesaikan oleh manajemen baru”imbuhnya yang mengaku belum bisa menghubungi pemilik baru Hardys.

Ditambahkan oleh Abdi, pihaknya berharap Peritel Bali tidak panik menyikapi kondisi ini. Demikian pula, pemerintah diharapkan turun tangan dan segera melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pihak terkait, termasuk APRINDO Bali untuk menyikapi efek domino yang bisa saja terjadi. “Ini harus dilihat sebagai sebuah kejadian luar biasa, karena penutupan ini termasuk skala besar”jelasnya.

Dirinya setuju, bahwa masalah internal manajemen yang menyebabkan kondisi Hardys seperti saat ini. Kondisi penurunan daya beli masyarakat yang sempat terjadi di akhir tahun tidak serta merta dapat menimbulkan permasalahan skala besar dengan serta merta jika di internal manajemen dapat mengelola dengan baik. Sektor online yang juga sering di tuding sebagai biang keroknya menurutnya tidak bisa dikambinghitamkan karena secara nasional omzetnya tidak lebih dari 1,6% dari total omzet ritel nasional. “Apalagi di Bali dan dengan segmentasi menengah ke bawah yang masih awam berbelanja online pada barang – barang grocery”jelasnya.

Pihaknya mengaku siap untuk melakukan pendampingan dan kerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk sama-sama menyikapi.”Dalam kondisi seperti ini baiknya kita bergandengan tangan, saling mendukung untuk kemudian bisa bangkit bersama”pungkasnya.