Melambungnya harga beras diatas HET (harga eceran tertinggi) yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Kementerian Perdagangan pada pertengahan September 2017 lalu, terutama untuk jenis beras medium terjadi hampir merata di Indonesia.
Ketua APRINDO BALI, Gusti Sumardayasa (kiri) didampingi Sekretaris APRINDO, I Made Abdi Negara (kanan) dalam kegiatan monitoring harga beras di beberapa Supermarket di Bali Selasa (16/1) |
Menyikapi hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Propinsi Bali pada Selasa (16/1) melakukan monitoring di sejumlah Supermarket antara lain; Ayunadi Swalayan Panjer, Hypermart Simpang Dewa Ruci, Carrefour Sunset Road dan Coco Mart Batubulan.
Monitoring yang dipimpin langsung Ketua APRINDO Bali, I Gusti Ketut Sumardayasa ini diikuti oleh sejumlah pengurus seperti Wakil Ketua Bidang Organisasi, AAN Agung Agra Putra, WK Ketua Bidang Perdagangan Ichwan Eko, Sekretaris I Made Abdi Negara dan Ida Bagus Werdibudaya.
Menurut Gusti, tujuan pelaksanaan monitoring ini adalah melihat langsung kondisi di lapangan sekaligus mendapatkan masukan dari para peritel terhadap masalah kenaikan harga yang sangat drastis yang saat ini tengah menjadi sorotan secara nasional tersebut.
Menurut Gusti, salah satu kelemahan pengambil kebijakan adalah rendahnya akurasi data dari hulu ke hilir, padahal beras adalah bahan pokok utama yang mestinya mendapatkan penanganan yang jauh lebih serius. Salah satu contoh adalah, pemerintah mestinya memiliki data, berapa produksi riil gabah di Bali, terus berapa yang digiling langsung di Bali serta berapa yang dikirim ke luar pulau, berapa penggilingan di Bali yang memiliki fasilitas mesin pengering serta seterusnya. Data-data ini jika akurat, akan bisa digunakan untuk memonitoring kondisi ketahanan pangan beras secara akurat.
Di sisi lain, Agung Agra yang juga pemilik Ayunadi Swalayan, menyampaikan bahwa peritel cenderung mengikuti trend harga yang diberikan oleh supplier. “padahal beras adalah salah satu item barang yang menyumbang margin sangat rendah, namun kembali lagi kita tidak mungkin jual rugi, harus ada margin walaupun hanya nol koma sekian, jadi kalau di supplier mahal, otomatis harga di peritel juga naik ”imbuhnya seraya menyampaikan bahwa di Ayunadi Swalayan telah berusaha memenuhi ketentuan HET untuk beras premium.
Dari hasil monitoring sendiri, rata-rata peritel hanya menjual beras jenis premium dengan harga sesuai HET bahkan ada yang dibawah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk jenis beras premium yakni Rp. 12.800 per kilogram.
Hasil monitoring ini selanjutnya akan dilaporkan ke DPP APRINDO di Jakarta sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan pemerintah, termasuk mendata supplier yang memberikan harga jual ke peritel di atas HET yang ditetapkan oleh pemerintah.
Menanggapi rencana impor beras yang akan dilakukan oleh pemerintah, pihaknya mengaku menyambut baik rencana tersebut, walaupun banyak hal yang bisa dilakukan pasca dan pra impor untuk menjamin ketahanan pangan yang lebih baik di masa mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar