Cari Blog Ini

Senin, 17 April 2017

PERITEL BALI PESIMISTIS BISA BERTUMBUH DI SEMESTER I 2017



Pertumbuhan ekonomi dan situasi bisnis yang belum menunjukkan tanda tanda menuju ke arah yang lebih baik pada triwulan pertama 2017 secara umum juga disambut pesimis oleh kalangan peritel di Bali.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asoasiasi Pengusaha Ritel Indonesia (DPD APRINDO) BALI, Gusti Ketut Sumardayasa dan Sekretaris APRINDO I Made Abdi Negara melalui rilis yang dikirim pada Selasa (18/4), menyambut rilis angka pertumbuhan ekonomi di triwulan 1 2017 dan masuk ke triwulan kedua 2017 tersebut. 

Pengurus APRINDO Bali dalam sebuah kesempatan
Menurut Gusti, ada berbagai indikator yang menimbulkan  pesimistis di kalangan pengusaha antara lain adalah kondisi riil daya serap pasar, kebijakan pemerintah yang tumpang tindih  serta keberpihakan perbankan dalam mendorong pasar yang masih rendah. “Secara umum, semua pihak berhati-hati untuk mengucurkan uangnya, konsumen berhati-hati dalam berbelanja, bank berhati-hati memberikan kredit, distributor berhati-hati mensuply barang, ini malah berakibat pada kelesuan pada hampir semua sektor pendorong bisnis ritel”ungkapnya. 

Hal ini menurut Gusti, juga diperparah oleh kebijakan pemerintah yang masih tidak jelas, tumpang tindih dan cenderung tidak tersistematis dari hulu ke hilir, sehingga mengakibatkan kebingungan peritel dalam mengimplementasikan di tataran bawah yang terakhir tentu tidak maksimal dan cenderung menimbulkan frustasi pasar. “ini tentu bertolak belakang ditengah upaya semua pihak bahkan Presiden Jokowi yang sedang membangun kepercayaan internal dan eksternal berkenaan dengan iklim investasi di Indonesia secara umum”jelasnya. 

Daya serap pasar, lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi industri secara umum baik nasional maupun regional yang belum menunjukkan tanda tanda meningkat. Secara umum konsumen masih sangat berhati –hati dalam membeli kebutuhan dan mengutamakan lebih pada kebutuhan pokok.
Secara umum, Gusti berharap pengusaha ritel berhati-hati dalam mengimplementasikan strategi pengembangan usaha dan lebih fokus pada core, mengingat pada situasi seperti ini fokus untuk memberdayakan semua sources secara efektif dan efisien sangat diperlukan. “Berhati-hati bukan berarti mengerem atau menghentikan, namun lebih melihat kondisi di sekitar dan bijak dalam mengatur cash flow perusahaan “imbuhnya.

Sementara itu, Abdi menambahkan di tengah kondisi ekonomi yang masih melambat, hampir semua sektor terdampak secara luas. Ini menjadi semacam kondisi yang saling terkait satu sama lain mulai dari sektor hulu ke hilir. Dalam kondisi seperti ini, sangat penting agar Pemerintah mengambil peran lebih dengan memberikan stimulus kepada pengusaha sehingga mampu untuk bertahan. “lebih dari 300 usaha ritel di Bali, berkaitan dengan ribuan supplier dan UMKM yang mensuplai barang serta lebih dari 25 ribu tenaga kerja langsung dan puluhan ribu tenaga kerja tidak langsung yang terdampak, ini penting menjadi pertimbangan semua pihak terutama regulator untuk bersama-sama menciptakan iklim usaha yang kondusif” pungkasnya. 


Menurut Abdi, Bali cukup terselamatkan dengan kunjungan wisatawan serta rencana  penyelenggaraan event internasional seperti konferensi dan sebagainya yang artinya bisa menghidupkan sektor MICE sehingga berdampak pada pendapatan per-individu tenaga kerja di sektor tersebut. “Dengan ketergantungan hingga lebih dari 50% pada sektor industri pariwisata, tentu saja angka kunjungan wisatawan serta penyelenggaraan event – event internasional tersebut bisa sedikit menstimulasi ekonomi lokal yang berpengaruh langsung pada bergeraknya sektor-sektor riil di semua level”ujarnya (TIM HUMAS APRINDO BALI).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar